Saya merasa sangat bingung sejak seminggu lebih tepatnya pada tanggal 03 Ramadhan, istri saya hamil untuk anak kami yang pertama sejak 6 tahun pernikahan kami, namun kebahagiaan kami tidak berlangsung lama hanya sekitar satu hari, setelah kami membaca fatwa Syeikh al Utsaimin yang menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir dan batal pernikahannya. Istri saya dan bapaknya sebagai walinya pada saat kami menikah dahulu tidak melaksanakan shalat, pada saat itu saya sudah melaksanakan shalat. Sekarang Alhamdulillah keduanya sudah rajin mendirikan shalat, namun yang saya fahami dari fatwa Syeikh bahwa akad nikah saya dahulu adalah batal. Dan di dalam benak saya sekarang mulai muncul banyak pertanyaan, maka saya mohon jawaban dari anda yang terhormat, saya telah mencari jawaban di banyak tempat namun belum mendapatkan jawaban yang meyakinkan, di antara pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah:
1. Bagaimanakah status hukum anak saya yang di dalam kandungan ?, apakah ia termasuk anak sah yang sesuai syar’i ?, apakah nasabnya tetap dinisbahkan kepada saya, mewarisi harta saya, dan saya bisa menjadi walinya ?
2. Apakah jika saya mengambil madzhab Hanafi dan tidak memperbarui akad nikah kami saya menjadi berdosa di hadapan Allah ?
3. Banyak pertanyaan yang kami mohon anda segera menjawabnya pada saat ada sepasang mempelai meninggalkan shalat pada saat akad nikah karena malas ?
4. Jika seseorang yang mentalak istrinya dua kali pada saat dahulu salah satu dari suami istri tersebut meninggalkan shalat, kemudian Allah telah memberinya hidayah sekarang keduanya sudah rajin shalat dan telah memperbarui akad nikahnya, maka pertanyaannya adalah apakah talak yang sebelum diperbaruinya akad nikah tetap dihitung atau tidak ?, maksud saya apakah hanya tersisa satu talak lagi untuk menjadi talak bain kubro atau tetap masih sisa tiga talak setelah akad nikah baru ?
5. Apakah juga wajib mengulangi ibadah haji yang telah dilaksanakan oleh orang yang meninggalkan shalat ?
6. Jika pasangan suami istri telah bercerai dan salah satunya dahulu meninggalkan shalat, lalu Allah memberinya hidayah hingga sekarang menjadi rajin shalat, apakah ibu dari mantan istrinya dahulu boleh dinikahi ?, dengan anggapan bahwa pernikahannya dahulu tidak syar’i, jadi istri sebelumnya bukanlah istrinya yang sah ?!
7. Apakah anak dari pasangan yang salah satunya telah meninggalkan shalat pada saat kehamilannya dianggap anak haram ?, dan apakah ini berarti tuduhan berzina ?, pada kondisi demikian apakah istri tetap bisa mendapatkan warisan, anak tersebut juga masih bisa mendapat warisan dari bapaknya ?. Bagi sang anak yang kondisi orang tuanya demikian, apakah dianggap anak durhaka, jika ia tidak taat kepada orang tuanya ?, apakah jika anak tersebut perempuan, apakah ia menggunakan wali hakim dalam pernikahannya nanti jika tidak punya saudara laki-laki ?
Demi Allah, masalah ini menyibukkan pikiran saya dan menjadikan saya bingung, saya sekarang tinggal di Australia jauh dari keluarga istri saya.
Beberapa Pertanyaan Berkaitan Dengan Seseorang Yang Melangsungkan Pernikahan, Sedangkan Mempelai Wanita dan Walinya Meninggalkan Shalat
Pertanyaan: 142177
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Orang yang meninggalkan shalat yang mengingkari hukum wajibnya adalah kafir sesuai dengan ijma’ para ulama. Namun bagi orang meremehkan dan malas mendidirkan shalat ada dua pendapat dari para ulama, pendapat yang lebih kuat adalah tetap kafir, dalil yang menguatkan pendapat tersebut sangat banyak, telah disebutkan sebelumnya pada jawaban nomor: 5208 dan nomor: 83165.
Jika akad nikah sudah dilangsungkan dan salah satu dari mempelai berdua tidak shalat, maka akad tersebut tidak sah, namun nasab anak-anaknya tetap dinisbahkan kepada bapaknya; karena keduanya melangsungkan akad nikah dengan meyakini sahnya, termasuk dalam hal warisan, anak dan bapak tetap saling mewarisi.
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata:
“Semua umat Islam sepakat bahwa setiap pernikahan yang suaminya meyakini akan sahnya pernikahan tersebut jika menggauli istrinya, maka anaknya tetap dinisbahkan kepadanya, dan saling mendapatkan warisan, meskipun pernikahan tersebut adalah batil, baik yang menikah itu orang kafir maupun muslim. Seorang Yahudi yang menikahi anak perempuan dari saudara laki-lakinya, maka anaknya juga sah sebagai anaknya, nasab dan warisan juga kepadanya sesuai kesepakatan umat Islam, meskipun pernikahan tersebut adalah batil menurut semua umat Islam. Dan barang siapa yang menghalalkan pernikahan tersebut maka ia telah kafir dan wajib untuk diistitab (diminta bertaubat).
Demikian juga seorang muslim yang tidak mengerti dan menikahi wanita yang sedang berada di dalam masa iddah, seperti yang dilakukan oleh orang-orang arab pedalaman, mereka pun menggaulinya dan meyakininya sebagai istrinya, maka anaknya tetap dinisbahkan kepadanya termasuk juga warisan sesuai dengan kesepakatan umat Islam dan contoh seperti banyak sekali; bahwa penetapan nasab tidak selamanya membutuhkan sahnya pernikahan termasuk anak tuan dari budak wanita, sebagaimana sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:
الولد للفراش وللعاهر الحجر
“Anak tuan dari budak wanita dan bagi yang berzina diasingkan”.
Barang siapa yang menikahi seorang wanita dengan pernikahan yang rusak, dan disepakati kerusakannya, atau masih ada perbedaan pendapat, maka anaknya dari wanita tersebut tetap dinisbahkan kepadanya, saling mewarisi, sebagaimana yang telah disepakati oleh kaum muslimin”. (Majmu’ Fatawa: 13/34)
Bisa dilihat juga jawaban soal nomor: 118752
Kedua:
Wajib memperbarui akad nikah, dan tidak boleh menikah tanpa wali, dan jika bapak dari wanita tersebut juga meninggalkan shalat, maka perwaliannya berpindah kepada wali berikutnya, dan jika wali tersebut tidak berada ditempat ia bisa mewakilkan kepada orang lain, dan jika wanita tersebut tidak memiliki wali yang muslim, maka yang menikahkan adalah hakim yang syar’i, dan jika tidak ada maka yang menikahkan adalah kepala Islamic center atau yang serupa dengannya.
Ketiga:
Jika seorang laki-laki mentalak istrinya dari pernikahan yang diyakini tentang sahnya, maka talak tetap terjadi, meskipun sebenarnya pernikahan tersebut rusak (tidak sah).
Bisa juga dilihat pada jawaban soal: 125363.
Keempat:
Barang siapa yang telah menunaikan ibadah haji, kemudian meninggalkan shalat, maka ia tidak wajib mengulanginya lagi setelah ia bertaubat dan kembali kepada Islam. Baca juga jawaban soal nomor: 109271
Wallahu a’lam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam
Tema-tema Terkait