0 / 0

Adab (etika) bepergian untuk menunaikan ibadah haji atau ke tempat lain

Pertanyaan: 41734

Adakah adab tertentu yang harus dipatuhi oleh seorang yang akan bepergian (musafir), khususnya yang akan menunaikan ibadah haji ?

Teks Jawaban

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Aturan-aturan etika (adab) bagi seorang musafir sangat banyak sekali, para ulama telah berupaya menyusunnya, dan diantara yang telah menyusunnya dengan baik adalah An-Nawawi rahimahullah dalam bukunya “Al-Majmu’” (4/264-287), dicantumkan didalamnya ada enam puluh dua aturan etika (adab), dan kita akan mengulas secara singkat beberapa diantaranya, dan bagi yang ingin memperdalam lebih lanjut bisa merujuk  apa yang telah disusun oleh An-Nawawi rahimahullah.

Dia rahimahullah berkata:

“Bab tentang adab bepergian”

Ini adalah topik pembahasan penting yang sangat dibutuhkan, dan harus menjadi perhatian.

Dan yang dimaksudkan disini adalah membuat referensi ringkas tentang adab bepergian:

  1. Jika seseorang ingin bepergian, dianjurkan untuk berkonsultasi kepada orang yang pemahaman  agamanya kuat dan terpercaya, berpengalaman, punya pengetahuan tentang tujuan perjalanan pada saat itu. Dan bagi yang diajak konsultasi harus memberi nasihat dengan ikhlas dan jauh dari pengaruh hawa nafsu. Allah ta’ala berfirman:

شاورهم  فِي الأَمْر

(dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting), [Al 'Imran 3:159].

Dalam beberapa Hadits shahih secara jelas menunjukkan bahwa orang-orang biasa berkonsultasi dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai urusan-urusan penting mereka.

  1. Jika seseorang bertekad untuk melakukan perjalanan (safar), disunnahkan untuk minta petunjuk Allah dengan melakukan shalat istikharah dua rakaat (sunnah), dan bukan shalat wajib, lalu berdoa dengan doa istikharah.
  2. Jika tekadnya sudah bulat untuk malakukan perjalanan menunaikan ibadah haji, atau untuk berjihad atau untuk keperluan lainya, maka hendaknya dimulai dengan bertaubat dari segala dosa dan hal-hal yang dibenci, meninggalkan segala bentuk tindakan yang mendzalimi orang lain, sebisa mungkin berusaha menyelesaikan hutang-hutangnya, mengembalikan amanah  (titipan) telah dipercayakan kepadanya dan meminta maaf kepada siapa pun yang mempunyai hubungan atau persahabatan dengannya, menulis surat wasiat yang disaksikan oleh saksi atas wasiatnya, mewakilkan kepada pihak yang ditunjuk untuk menyelesaikan hutang-hutangnya, meninggalkan bekal nafkah yang cukup untuk keluarga dan yang menjadi tanggunganya sampai ia kembali dari safar.
  3. Meminta ridha (restu dan doa) dari kedua orang tuanya dan dari orang-orang yang wajib dia taati dan hormati
  4. Jika ia hendak bepergian untuk menunaikan ibadah haji, atau berjihad, atau untuk keperluan lainya, hendaknya ia berusaha memastikan bahwa dana yang ia peroleh adalah dana halal, bersih dari keraguan (syubhat), dan jika ia tidak melakukan hal tersebut, kemudian menunaikan ibadah haji, atau pergi berperang dengan harta hasil curian, maka ia telah berbuat dosa, dan meskipun haji atau Jihadnya sah secara lahiriah, namun itu bukanlah termasuk kategori haji yang diterima (Haji Mabrur).
  5. Dianjurkan bagi yang hendak pergi menunaikan ibadah haji, atau keperluan lainya yang harus membawa bekal , hendaknya mempersiapkan bekal dan dana yang banyak untuk bisa dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan, bekal dan dana yang dibawa hendaknya yang baik dan halal.  Karena Allah ta’ala berfirman:

  أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنْ الأَرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ

(Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infakkan,) {Al-Baqarah 2:167}.

Yang dimaksud dengan “tayyib” disini adalah yang baik , dan “al-khabist” adalah yang tidak baik (buruk), dan hendaknya ia memberikan dengan hati yang baik (ikhlas) supaya kemungkinan diterimanya lebih besar.

  1. Jika ingin bepergian menunaikan ibadah haji, ataupun berjihad, maka hendaknya ia mempelajari tata cara pelaksanaanya; karena suatu amalan ibadah menjadi tidak sah jika tidak tahu begaimana pelaksanaanya, dan dianjurkan bagi yang ingin pergi berhaji untuk membawa kitab tuntunan yang jelas, yang menjelaskan secara menyeluruh tentang tata cara (manasik) dan tujuannya, dan hendaknya ia mempelajarinya dengan serius, membaca berulang-ulang sepanjang perjalanannya sampai ia betul-betul memahaminya, dan bagi sebagian masyarakat awam yang mengabaikanya, dikhawatirkan ibadah hajinya menjadi tidak sah karena tidak memenuhi sebagian dari syarat-syarat rukunnya, dan sebagainya. Dan sebagian dari mereka mungkin meniru (taklid) sebagian orang awam Mekkah, mengira bahwa mereka mengetahui tata cara ibadah haji yang benar (manasik) sehingga tertipu oleh mereka, hal ini adalah kesalahan serius. Demikian juga halnya dengan berjihad atau keperluan lainya, dianjurkan untuk membawa kitab yang bisa dijadikan sebagai landasan secara menyeluruh, yang dapat menjelaskan apa yang perlu diketahuinya, orang yang ingin berjjihad bisa mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan perang dan doa-doanya, mengetahui larangan-larangan perang seperti: berlaku curang, membunuh wanita, anak-anak, dan lain sebagainya. Dan bagi yang melakukan safar untuk tujuan berdagang, hendaknya mempelajari hal-hal yang perlu diketahui mengenai jual beli, hal-hal yang membuatnya sah dan hal-hal yang membatalkannya, hal-hal yang halal dan haram, dan sebagainya.
  2. Dianjurkan bagi orang yang bepergian untuk mencari pendamping yang mencintai kebaikan dan membenci kejahatan, sehingga jika dia lupa, ada yang mengingatkannya, jika dia ingat, ada yang membantunya, dan jika dia kebetulan adalah orang yang berilmu, hendaknya ia tetap berusaha bersamanya, karena ia akan membantunya terhindar dari sikap-sikap buruk, rasa bosan dalam perjalanan dan ia dapat membantunya untuk selalu menjaga akhlak mulia dan mendorongnya untuk selalu melakukan hal tersebut.

Dan hendakanya ia selalu berusah membuat pendampingnya senang selama bepergian, masing-masing pihak hendaknya saling bersabar satu sama lain, saling menghormati, dan bersabar terhadap segala sesuatu yang terjadi di sebagian waktu.

  1. Dianjurkan untuk berpamitan kepada keluarganya, tetangga-tetangganya, teman-teman dan sahabat-sahabatnya, dan hendaknya mereka juga mengucapkan selamat jalan kepadanya, dan hendaknya masing-masing saling mengucapkan: “Aku percayakan agamamu, amanahmu, dan akhir amalmu kepada Allah.” Orang yang tinggal hendaknya berkata kepada musafir: “Semoga Allah memberkahimu dengan ketakwaan, mengampuni dosa-dosamu, dan memudahkan kebaikan bagimu dimanapun kamu berada.”
  2. Disunnahkan untuk membaca doa ketika keluar rumah:

بِاسْمِ اللَّهِ ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ ، وَلا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إلا بِاَللَّهِ ، اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلِيَّ

“Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah. Ya Allah, aku berlindung dari berbuat sesat atau disesatkan, dari tergelincir atau digelincirkan, dari buat zalim atau dizalimi, dari kebodohan atau dibodohi.”

  1. Disunnahkan ketika keluar rumah dan ingin naik kendaraan untuk membaca: “bismillah” dan jika sudah berada diatas kendaraan, ia membaca: 

الْحَمْدُ لِلَّهِ سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ,

(maha suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami. Padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Sungguh, kami akan kembali kepada Tuhan kami.)

Kemudian membaca : “Alhamdulillah” sebanyak tiga kali, “Allahu akbar” sebanyak tiga kali.

Kemudian membaca:

سُبْحَانَكَ إنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي إنَّهُ لا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلا أَنْتَ

(Maha suci Engkau, sungguh aku menganiaya diriku, maka ampunilah aku. Sungguh, tidak ada yang mengampuni dosa selain Engkau.)

Dan membaca:

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنْ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا , وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ , اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ , وَالْخَلِيفَةُ فِي الأَهْلِ , اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ , وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ , وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَالأَهْلِ

(Ya Allah! Sesungguh-nya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam bepergian ini, kami mohon per-buatan yang meridhakanMu. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan dekatkan jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkau-lah teman dalam bepergian dan yang mengurusi keluarga(ku). Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan perubahan yang jelek dalam harta dan keluarga.”)

Dan apabila kembali, doa berpergian di atas dibaca, dan ditambah:

آيِبُونَ تَائِبُونَ عَابِدُونَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ

“Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji kepada Tuhan kami.”

  1. Dianjurkan untuk bepergian bersama rombongan, karena Hadis Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma yang mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَوْ أَنَّ النَّاسَ يَعْلَمُونَ مِنْ الْوَحْدَةِ مَا أَعْلَمُ مَا سَارَ رَكْبٌ بِلَيْلٍ وَحْدَهُ  رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ

"Seandainya manusia mengetahui apa yang terdapat dalam bepergian sendirian seperti apa yang aku ketahui, tentu seorang penunggang kendaraan tidak akan bepergian di malam hari sendirian". HR. Bukhari.

  1. Dianjurkan bagi kelompok untuk menjadikan salah satu diantara mereka yang terbaik dan paling bijaksana sebagai pemimpin mereka, dan menaatinya, karena Hadits Abu Sa'id dan Abu Hurairah  yang mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إذَا خَرَجَ ثَلاثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ حَدِيثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ أَبُو دَاوُد بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ

"Apabila ada tiga orang yang keluar dalam suatu perjalanan, maka hendaknya mereka menunjuk salah seorang dari mereka sebagai pemimpin!", Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad hasan.

  1. Dianjurkan untuk berangkat di penghujung malam, karena hadis Anas yang mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالدُّلْجَةِ فَإِنَّ الأَرْضَ تُطْوَى بِاللَّيْلِ رَوَاهُ أَبُو دَاوُد بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ , وَرَوَاهُ الْحَاكِمُ وَقَالَ : هُوَ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الْبُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ , وَقَالَ فِي رِوَايَةٍ : ( ِإنَّ الأَرْضَ تُطْوَى بِاللَّيْلِ لِلْمُسَافِرِ

"Hendaknya kalian pergi pada malam hari, karena sesungguhnya bumi diperpendek jaraknya pada malam hari." (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad hasan. Juga diriwayatkan oleh Al-Hakim yang mengatakan: ia shahih menurut syarat Al-Bukhari dan Muslim)

Ia mengatakan: “dalam riwayat lain disebutkan: “karena sesungguhnya bumi diperpendek jaraknya pada malam hari untuk musafir."

  1. Dia harus selalu bersikap baik dan ramah, menghindari perdebatan,  dan atau mendorong-dorong orang di jalan (di keramaian). Dan hendaknya ia juga selalu menjaga lidahnya dari mengumpat, melakukan ghibah, mengeluarkan makian (dengan menyebut nama binatang), atau semua ucapan kotor lainnya.
  2. Dianjurkan bagi musafir untuk mengucapkan takbir ketika melewati jalan yang mendaki (jalan tanjakan), dan bertasbih ketika jalan turun melewati lembah dan sejenisnya.
  3. Dianjurkan apabila mendekati suatu desa atau kota yang ia ingin memasukinya, mengucapkan:

 

اللَّهُمَّ إنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ أَهْلِهَا وَخَيْرَ مَا فِيهَا , وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ أَهْلِهَا وَشَرِّ مَا فِيهَا

Ya Allah, saya mohon pada-Mu kebaikan tempat ini dan kebaikan penduduknya serta kebaikan yang ada di dalamnya. Dan saya berlindung pada-Mu dari kejahatan tempat ini dan kejahatan penduduknya dan kejahatan apa yang di dalamny.

  1. Dianjurkan untuk selalu berdoa di sebagian besar waktu dalam perjalanannya. Karena doa orang yang bepergian akan dikabulkan.
  2. Hendaknya menjaga tetap dalam keadaan suci dan mendirikan shalat pada waktunya, Allah ta’ala memberikan kemudahan baginya dengan memperbolehkan tayamum, melakukan (shalat) jamak dan qashar.
  3. Disunnahkan ketika singgah disuatu tempat untuk mengucapkan   apa yang diriwayatkan oleh Khawlah binti Hakeem yang berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ نَزَلَ مَنْزِلا ثُمَّ قَالَ : أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ لَمْ يُضَرَّ بِشَيْءٍ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ رَوَاهُ مُسْلِمٌ

"Barang siapa yang singgah di suatu tempat kemudian mengucapkan: A'uudzu Bikalimaatillaahit Taammaati Min Syarri Maa Khalaq (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang Dia ciptakan) maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakannya hingga ia pergi dari tempat singgahnya tersebut." HR. Muslim

  1.  Dianjurkan bagi rombongan musafir untuk berkemah berdekatan satu sama lain dan tidak berpencar atau berpisah tanpa sebab, karena Hadits Abu Tha'labah Al-Khushani radhiyallahu 'anhu yang mengatakan: “dahulu apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam singgah di suatu tempat- mereka menyebar di jalan-jalan lembah dan bukit. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata:

 إنَّ تَفَرُّقَكُمْ فِي هَذِهِ الشِّعَابِ وَالأَوْدِيَةِ إنَّمَا ذَلِكُمْ مِنْ الشَّيْطَانِ ، فَلَمْ يَنْزِلُوا بَعْدَ ذَلِكَ مَنْزِلا إلا انْضَمَّ بَعْضُهُمْ إلَى بَعْضٍ رَوَاهُ أَبُو دَاوُد بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ

"Sesungguhnya menyebarnya kalian di jalan-jalan lembah dan bukit adalah berasal dari syetan." Kemudian beliau tidak singgah di suatu tempat melainkan sebagian mereka bergabung dengan sebagian yang lain hingga dikatakan bahwa apabila dihamparkan selembar kain niscaya dapat menampung mereka. HR. Abu Daud dengan sanad hasan.

  1.  Sunnah bagi musafir adalah apabila ia telah menyelesaikan apa yang telah ia rencanakan, hendaknya ia segera kembali ke keluarganya, karena Hadits Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنْ الْعَذَابِ ، يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ ، فَإِذَا قَضَى أَحَدُكُمْ نَهْمَتَهُ مِنْ سَفَرِهِ فَلِيُعَجِّلْ إلَى أَهْلِهِ رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

"Bepergian (safar) itu adalah sebagian dari siksaan, yang menghalangi seseorang dari kalian dari makan, minum dan tidurnya. Maka apabila dia telah selesai dari urusannya hendaklah dia segera kembali kepada keluarganya".HR. Bukhari dan Muslim.

  1. Sunnah pada saat kembali dari perjalanan untuk membaca apa yang disebutkan dalam Hadis Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

كَانَ إذَا قَفَلَ مِنْ غَزْوٍ أَوْ حَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ يُكَبِّرُ عَلَى كُلِّ شَرَفٍ مِنْ الأَرْضِ (مكان مرتفع) ثَلاثَ تَكْبِيرَاتٍ , ثُمَّ يَقُولُ : لا إلَهَ إلا اللَّهُ ، وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ , لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ , وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ , آيِبُونَ تَائِبُونَ عَابِدُونَ سَاجِدُونَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ صَدَقَ اللَّهُ وَعْدَهُ , وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ . رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِم

apabila kembali dari peperangan atau haji atau umroh beliau bertakbir setiap kali berada di tempat yang tinggi sebanyak tiga kali, kemudian mengucapkan ; Laa ilaha illallohu wahdahu las syariikalahu, lahul Mulu wa lahul handuk wa hawa ‘ala kuli syair’in qadiir, aayibuuna, taaibuuna, aabiduuna, saajiduuna, lirobbinaa haamiduun, shadaqallohu wa’dahu wanashoro ‘abdahu wa hazamal ahzaaba wahdahu” (Tidak ada Rabb yang berhak di sembah selain Alloh, yang Maha Esa, tidak ada sekutu baginya, baginya segala kekuasaan dan pujian, Dialah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, kami kembali dengan taubat, beribadah, sujud dan kepada Rabb kami kami memuji, Alloh telah menepati janjinya, menolong hambanya dan mengalahkan musuhnya) HR. Bukhari dan Muslim.

Dan dari Anas berkata: ia berkata bahwa kami datang bersama Rasulullah SAW hingga tiba di luar Kota Madinah. Rasulullah SAW berdoa:

آيِبُونَ تَائِبُونَ عَابِدُونَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ , فَلَمْ يَزَلْ يَقُولُ ذَلِكَ حَتَّى قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ رَوَاهُ مُسْلِمٌ

“kami kembali dengan taubat, beribadah, sujud dan kepada Rabb kami kami memuji.” Rasulullah SAW senantiasa membaca doa ini hingga kami bernar-benar tiba di dalam Kota Madinah,” HR. Muslim.

  1. Sunnah ketika pulang ke rumah adalah mengawalinya dengan pergi ke masjid yang terdekat dengan rumahnya, kemudian shalat dua rakaat dengan niat mendirikan Salat qudum (kedatangan), karena Hadits Ka'b ibn Malik yang mengatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila datang dari safar beliau memulai dengan mendatangi masjid, kemudian melakukan shalat dua raka'at, dan duduk untuk memenuhi hajat orang-orang. (HR. Bukhari dan Muslim)
  2.  Dianjurkan untuk membuatkan makanan bagi musafir yang pulang, baik yang dibuat oleh musafir itu sendiri maupun yang dibuat oleh orang lain untuknya, sebagaimana ditunjukkan dalam Hadits,  dari [Jabir bin 'Abdullah radliallahu 'anhuma] bahwa Rasulullah Shallallahu'alaiwasallam ketika tiba di Madinah, Beliau menyembelih seekor hewan sembelihan atau seekor sapi. (HR. Bukhari)
  3. Tidak boleh (haram) bagi seorang perempuan untuk bepergian seorang diri tanpa mahrom jika tidak ada keperluan, baik jarak jauh maupun jarak dekat, karena Hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لا يَحِلُّ لامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إلا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ عَلَيْهَا  رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

"Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan sehari semalam kecuali bersama dengan mahramnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Akhir kutipan secara ringkas dari An-Nawawi rahimahullah.

Syeikh Ibnu “utsaimin rahimahullah ta’ala berkata:

Adab berpergian haji terbagi menjadi dua, yaitu adab wajib dan adab yang dianjurkan.

  • Adab wajibnya adalah hendaknya seorang musafir menunaikan seluruh kewajiban dan rukun haji, serta menghindari larangan-larangan ihram secara khusus, dan hal-hal yang diharamkan pada umumnya, baik pada saat ihram atau saat tidak ihram, karena Allah berfirman:

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ

{(Musim) haji itu (berlangsung pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi) Siapa yang mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, janganlah berbuat rafaṡ, berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji.} [Al-Baqarah 2:197]

  • Adab yang dianjurkan ketika hendak menunaikan ibadah haji adalah seseorang harus melakukan segala hal yang sepatutnya dilakukan, seperti bersikap murah hati kepada orang lain, melayani saudaranya, bersabar terhadap kekesalan mereka, tidak berlaku buruk, dan selalu bersikap baik kepada mereka, baik hal itu sesudah ataupun sebelum memakai pakaian iharam, karena adab ini adalah keutamaan yang agung, yang semestinya dilakukan oleh setiap mukmin, kapan pun dan di mana pun. Ada pula etika lain yang berkaitan dengan ibadah yang dianjurkan, seperti menunaikan ibadah haji dengan sebaik-baiknya dan berusaha menyempurnakannya dengan adab (etika) yang benar baik dalam perkataan maupun perbuatan.”

(Fatawa Ibnu 'Utsaimin, 21/16).

Wallahu a’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android