0 / 0
3,68103/06/2015

Kedua Orang Tua Mulai Berpuasa dan Berlebaran Sehari Setelah Masyarakat

Pertanyaan: 190395

Saya memiliki pertanyaan seputar hak kedua orang tua dan mentaatinya dalam sejumlah perkara. Kedua orang tua saya mengawali Ramadan dan berlebaran sehari setelah orang-orang melakukannya. Perkara ini menimbulkan problem besar setiap tahun bagi saya dan saudara-saudara saya. Karena keduanya marah apabila saya berpuasa sebelum mereka, atau apabila kami merayakan lebaran sebelum mereka. Kadang mereka sampai memboikot tidak mengajak kami berbicara hingga sebulan lamanya. Karena itu, kami terbiasa menyembunyikan puasa kami pada permulaan, sedangkan pada hari lebaran, kami bersikap seolah-olah masih berpuasa.

Teks Jawaban

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Tidak diragukan lagi bahwa taat kepada kedua orang tua atau salah satunya dalam perkara yang tidak maksiat kepada Allah Ta’ala, merupakan bakti dan ibadah yang sangat agung. Namun mentaati keduanya pada perkara maksiat, maka hal itu tidak dibolehkan.

Abu Umar Ibnu Abdil Barr berkata, “Para ulama sepakat, bahwa siapa yang memerintahkan kemunkaran, tidak wajib ditaati, Allah Ta’ala berfirman,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الْأِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Hendaklah kalian saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kalian saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.” SQ. Al-Miadah: 2.

(At-Tamhid, 23/277)

Para ulama dalam Al-Lajnah Ad-Daimah berkata, “Taat kepada kedua orang tua disyariatkan dalam hal ketaatan kepada Allah dan perkara yang dibolehkan. Adapun taat kepada keduanya dalam hal maksiat kepada Allah, maka hal itu tidak dibolehkan.” (Fatawa Lajnah Daimah, 22/187)

Kedua:

Tidak dibolehkan menyelisihi masyarakat sebuah negeri dalam berpuasa dan berlebaran. Berdasarkan keumuman sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ  رواه البخاري  1909 ، ومسلم 1081)

“Berpuasalah dengan rukyatnya (ketika melihat bulan sabit) dan berbukalah (berlebaran) dengan rukyatnya.” (HR. Bukhari, no. 1909 dan Muslim, 1081)

Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu  alaihi wa sallam,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ  رواه الترمذي (697) وصححه الألباني في "صحيح الترمذي(

“Berpuasa hendaknya pada hari kalian berpuasa dan berbuka (berlebaran) pada hari kalian berlebaran dan berkurban pada hari kalian berkurban.” (HR. Tirmizi, no. 697, dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Shahih Tirmizi)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Inilah pengamalan yang dipraktekkan para imam (ulama) kaum muslimin seluruhnya.” (Majmu Fatawa, 25/202)

Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Hendaknya berpuasa bersama pemimpin dan masyarakat kaum muslimin baik saat cuaca terang ataupun mendung.”

Ibn Baz rahimahullah berkata, “Berselisih itu buruk, maka diwajibkan agar kalian bersama masyarakat sebuah negeri. Jika kaum muslimin di negeri anda berlebaran, hendaklah anda berlebaran bersama mereka, jika mereka berpuasa, maka berpuasalah bersama mereka.” (Majmu Fatawa, Ibn Baz, 15/100)

Perhatikan jawaban soal no. 12660

Maka, jika keduanya menunda berpuasa sehari setelah masyarakat, itu artinya keduanya berbuka puasa di awal Ramadan, dan keduanya berpuasa di hari Id kaum muslimin. Keduanya diharamkan, tidak boleh.

Yang diwajibkan adalah menasehati keduanya dengan baik dan bersikap lembut dalam mengarahkan serta meminta bantuan dengan bertanya kepada para ulama dan memohon fatwa mereka agar memberitahu keduanya bahwa apa yang dia lakukan diharamkan dalam agama Allah dan tidak dibolehkan. Tidak dibolehkan mengikuti keduanya, walaupun keduanya marah. Karena tidak boleh mentaati keduanya dalam maksiat kepada Allah Ta’ala.

Hendaknya memanfaatkan moment yang baik ini, yaitu kehadiran saudara-saudara dan kerabat keduanya dengan terus menyatakan sikapnya, yaitu berpuasa bersama orang-orang dan berlebaran bersama orang-orang serta menyelisihi keduanya dalam masalah ini serta menyatakan sikapnya dengan hal tersebut. Kesepakatan saudara seperti ini adalah langkah baik, seraya memohon kepada Allah dan meminta pertolongan kepadaNya agar hati keduanya diberi petunjuk dan dilapangkan dada mereka pada kebenaran.

Kemudian, apabila terjadi sikap permusuhan dari keduanya, anda tidak berdosa karenanya, tapi dosanya kembali kepada mereka hingga Allah berikan hidayah kepada mereka.

Wallahu a’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android